Tulisan 3
Pernikahan bukanlah peristiwa hidup tunggal, tetapi
satu set tahapan dimana pasangan mencoba untuk mencapai keseimbangan antara
ketergantungan dan otonomi sebagaimana mereka bernegosiasi terhadap masalah
kontrol, kekuasaan, dan otoritas (Kovacs, dalam Kurdek, 1999).
Duvall (1985) menyatakan bahwa pernikahan adalah
persetujuan masyarakat atas penyatuan suami dan istri dengan harapan mereka
akan menerima tanggung jawab dan melakukan peran sebagai pasangan suami istri
dalam kehidupan pernikahan.
Undang-Undang RI tahun 1974 pasal 1 tentang
pernikahan menyebutkan bahwa pernikahan adalah ikatan lahir batin antara pria
dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (dalam Astuti,
2003).
Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka
pernikahan disimpulkan sebagai suatu hubungan yang diawali ketika dua orang
individu yang berlainan jenis saling mengucapkan janji didepan umum untuk hidup
bersama sebagai suami istri dan membentuk keluarga atas keinginan dan harapan
untuk menetapkan hubungan yang bahagia dan kekal sepanjang hidup berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
A. Bagaimana memilih pasangan?
1.
Rajin Beribadah
Ini
hal yang penting bagi masa depan keluarga anda. Carilah calon suami maupun
istri yang taat beribadah. Mengapa? Karena selain bisa menjaga hubungan yang
selalu baik karena cinta dilandaskan kepada tuhan. Anak, akan terbimbing dengan
baik. Baik ibu dan bapak sama-sama memiliki peran dalam pengajaran agama yang
baik dikeluarga. Agar anak ini akan menjadi generasi yang tentuny bisa
membanggakan kedua orang tuanya kelak. Jadi ini salah satu yang harus diperhatikan.
2.
Tidak Matrealis
Sebenarnya
Matre itu wajar, karena memang hidup dijaman sekarang yang apa-apa susah
didapat menjadi kriteria yang penting. Terutama bagi seorang wanita. Mengapa ?
bagaimana bisa seorang istri tampil cantik, bila suaminya tidak pernah
membelikan istrinya sebuah alat rias. Dan ia pasti akan berfikir untuk masa
depan anaknya nanti, jika sang calon suami tidak memiliki penghasilan.
Bagaimana ia bisa merawat anak dengan baik. Tapi, tentu saja matre yang kami
definisikan tadi adalah yang positif. Bukan Matre yang memfoya-foyakan uang
dengan hal tidak berguna. Jika pasangan anda suka memfoya-foyakan uang dan
sedikit-sedikit minta uang, anda bisa mundur untuk tidak memilihnya sebagai
pasangan hidup.
3.
Sehat Jasmani maupun Rohani
Pilihlah
yang dari segi fisik dan mental / jasmani dan rohani yang sehat walafiat. Pilih
yang sehat, cerah, gesit, kuat, dan tidak mudah sakit. Dari segi kesuburan pun
juga penting jika anda ingin punya keturunan. Jika belum yakin maka sebaiknya
anda melakukan pemeriksaan kesehatan berdua saat pranikah. Perhatikan pula
keluarganya apakah ada yang punya riwayat penyakit yang dapat menurun dan bisa
berakibat fatal. Terkadang suatu penyakit dapat diturunkan ke anak dan atau
cucu.
4.
Saling Jujur / Tidak Suka Bohong, Cinta
Dan Setia
Mana
ada orang yang suka dibohongi. Pilihlah pasangan yang dapat dipegang
kata-katanya dan hanya akan berbohong untuk kepentingan keluarga yang positif.
Jika suka bohong anda akan dibuat pusing sama pasangan anda kelak. Pasangan
yang setia pada anda akan selalu mencintai anda dan akan selalu berada di
samping anda ke mana pun anda pergi dan dalam kondisi apa pun. Kehidupan rumah
tangga yang harmonis tentu menjadi idaman banyak pasangan. Tapi tentu saja
tidak ada yang sempurna dalam suatu hubungan. Tingal anda saja memilih sikap.
Agar anda tidak memunculkan pertengkaran yang berakhir dengan perceraian.
5.
Pasangan Yang Selalu Mensuport anda
Cari
pasangan yang sealu membantu anda dalam mengukuhkan imej diri anda dan
mendukung semangat dan menyakinkan diri anda, sebab. Itulah gunanya pasangan
hidup baik itu suami maupun istri. Tanpa adanya saling suport. Hubungan suami
dan istri pasti akan renggang dan bisa saja perceraian terjadi. Karena merasa
saling tidak cocok.
B.
Seluk beluk hubungan dalam pernikahan
Tahap pertama : Romantic
Love. Saat ini adalah saat Anda dan pasangan merasakan gelora cinta yang
menggebu-gebu. Ini terjadi di saat bulan madu pernikahan. Anda dan pasangan
pada tahap ini selalu melakukan kegiatan bersama-sama dalam situasi romantis
dan penuh cinta.
Tahap kedua : Dissapointment or Distress. Masih menurut Dawn, di tahap ini pasangan suami istri kerap saling menyalahkan, memiliki rasa marah dan kecewa pada pasangan, berusaha menang atau lebih benar dari pasangannya. Terkadang salah satu dari pasangan yang mengalami hal ini berusaha untuk mengalihkan perasaan stres yang memuncak dengan menjalin hubungan dengan orang lain, mencurahkan perhatian ke pekerjaan, anak atau hal lain sepanjang sesuai dengan minat dan kebutuhan masing-masing. Menurut Dawn tahapan ini bisa membawa pasangan suami-istri ke situasi yang tak tertahankan lagi terhadap hubungan dengan pasangannya. Banyak pasangan di tahap ini memilih berpisah dengan pasangannya.
Tahap kedua : Dissapointment or Distress. Masih menurut Dawn, di tahap ini pasangan suami istri kerap saling menyalahkan, memiliki rasa marah dan kecewa pada pasangan, berusaha menang atau lebih benar dari pasangannya. Terkadang salah satu dari pasangan yang mengalami hal ini berusaha untuk mengalihkan perasaan stres yang memuncak dengan menjalin hubungan dengan orang lain, mencurahkan perhatian ke pekerjaan, anak atau hal lain sepanjang sesuai dengan minat dan kebutuhan masing-masing. Menurut Dawn tahapan ini bisa membawa pasangan suami-istri ke situasi yang tak tertahankan lagi terhadap hubungan dengan pasangannya. Banyak pasangan di tahap ini memilih berpisah dengan pasangannya.
Tahap ketiga : Knowledge and
Awareness. Dawn mengungkapkan bahwa pasangan suami istri yang sampai pada
tahap ini akan lebih memahami bagaimana posisi dan diri pasangannya. Pasangan
ini juga sibuk menggali informasi tentang bagaimana kebahagiaan
pernikahan itu terjadi. Menurut Dawn juga, pasangan yang sampai di tahap ini
biasanya senang untuk meminta kiat-kiat kebahagiaan rumah tangga kepada
pasangan lain yang lebih tua atau mengikuti seminar-seminar dan konsultasi
perkawinan.
Tahap keempat: Transformation.
Suami istri di tahap ini akan mencoba tingkah laku yang berkenan di hati
pasangannya. Anda akan membuktikan untuk menjadi pasangan yang tepat bagi
pasangan Anda. Dalam tahap ini sudah berkembang sebuah pemahaman yang
menyeluruh antara Anda dan pasangan dalam mensikapi perbedaan yang terjadi.
Saat itu, Anda dan pasangan akan saling menunjukkan penghargaan, empati dan
ketulusan untuk mengembangkan kehidupan perkawinan yang nyaman dan tentram.
Tahap kelima: Real
Love. “Anda berdua akan kembali dipenuhi dengan keceriaan, kemesraan,
keintiman, kebahagiaan, dan kebersamaan dengan pasangan,” ujar Dawn.
Psikoterapis ini menjelaskan pula bahwa waktu yang dimiliki oleh pasangan suami
istri seolah digunakan untuk saling memberikan perhatian satu sama lain. Suami
dan istri semakin menghayati cinta kasih pasangannya sebagai realitas yang
menetap. “Real love sangatlah mungkin untuk Anda dan pasangan jika Anda berdua
memiliki keinginan untuk mewujudkannya. Real love tidak bisa terjadi dengan
sendirinya tanpa adanya usaha Anda berdua,” ingat Dawn.
C.
Penyesuaian dan pertumbuhan dalam
pernikahan
Dalam
pernikahan, masing-masing pihak pasangan mulai mengetahui baik-buruknya pribadi
pasangan masing-masing, mereka bisa merasakan frekuensi dan intensitas
kehidupan seksual yang mulai meningkat atau memudar. Perasaan kebosanan bisa
mengahmpiri pasangan merupakan penyebab utama sejumlah besar keretakan dalam
suatu hubungan atau perkawinan. Namun, antisipasi sangat penting : jika kedua
belah pihak mempersiapkan diri mengahadapi hilangnya intensitas dalam kehidupan
seksualnya, barangkali mereka bisa menghindari keputusan – keputusan tersebut.
Tidak peduli apakah fase hubungan yang menyenangkan mulai berkembang dan justru
mulai berakhirnya suatu hubungan, semuanya tergantung kemampuan masing-masing
pasangan untuk menepis mitos-mitos yang ada. Pertumbuhan dalam perkawinan, bisa
kadang memuncak dan menurun tidak bisa di perkirakan secara signifikan. Dalam
menyesuaikan dan memahami perkawinan ada beberapa cara-cara efektif yang dapat memperbaiki
keharmonisan rumah tangga agar baik kembali. Misalnya, berolahraga bersama,
mengikuti memperbaiki rumah, refreshing saat waktu libur. Dengan begitu dalam
perkawinan bisa saling memahami dan mengerti satu sama lain, dan dapat
menghindari keretakkan rumah tangga yang tidak diinginkan
D.
Perceraian dan pernikahan kembali
Tidak semua dalam perkawinan, bisa bertahan dengan lama harus
didasarkan dengan cinta karena banyak perkawinan mampu bertahan dalam rentang
yang sangat lama karena faktor-faktor di luar cinta semisal anak, keuangan atau
takut sendirian. Sebuah perkawinan yang menyenangkan merupakan satu tindakan
penyeimbangan yang terus menerus. Konflik yang muncul dalam sebuah perkawinan
merupakan tanda-tanda kesehatan sebuah perkawinan. Melalui konflik orang
menguji pemahamannya terhadap diri mereka sendiri, pasangannya atau dunia luar
dan mereka seringkali harus terus belajar untuk melakukannya. Maka dari itu,
tidak heran bila konflik ini tidak bisa di lewati dalam sebuah perkawinan maka
akan terjadi perceraian.
Perceraian yang terjadi dalam jangka dua hingga tiga tahun
pertama. Kelangsungan suatu perkawinan tidak harus menunjukkan bahwa cinta
harus berlangsung secara terus menerus agar perkawinan bisa bertahan lama
mungkin tidak lagi di warnai birahi dan keintiman. Sebaliknya, banyak yang
bercerai berkata “ kami saling mencintai, namun kami tidak dapat bersama-sama
lagi”. Artinya ini menggambarkan rentang kehidupan mereka yang mulai surut.
Banyak faktor yang menyebabkan perceraian, dari pengkhianatan, penolakan, sakit
hati, komunikasi yang kurang, persoalan seksual, soal anak, finansial dan masih
banyak lagi yang memicu perceraian. Dalam suatu hubungan jangka panjang,
berakhirnya cinta yang tak bisa di perbaiki biasanya merupakan peristiwa yang
terjadi manahun, bukannya secara tiba-tiba.
Dibutukan beberapa lama waktu untuk menemui konselor
perkawinan sebelum suatu keadaan yang tidak bisa lagi dipertahankan masih bisa
untuk diperjuangkan. Saat perceraian terjadi, dan di butuhkan beberapa waktu
untuk istirahat sejenak dari permasalah yang sudah di lewati saat perkawinan
tidak lagi dapat dipertahankan, tidak jarang orang-orang yang melaluinya than
dengan kesendiriannya. Dan akhirnya bila ada saat yang tepat ada beberapa yang
memutuskan untuk menikah kembali dan berjuang agar tidak terulang kesalahan
yang sama. Dan biasanya intensitas perkawinan yang kedua ini lebih banyak
kekhawatiran dan komitmen-komitmen yang lebih kuat karena masih ada rasa takut
yang cukup besar saat menjalani perkawinan kembal
E.
Single life
Bagi beberapa orang yang menganggap perkawinan hanyalah
sebuah komitmen yang tidak bisa di pertanggungjawabkan , dan pernikahan
hanyalah selembar kertas buku nikah yang sewaktu-waktu bisa saja rusak dan
lenyap di makan waktu. Orang-orang ini lebih memilih untuk single/lajang
sepanjang hidupnya. Memilih berteman sebanyak-banyaknya dan membuat suatu
perkumpulan/genk agar tidak merasa kesepian. Tidak di pungkiri mencintai dan
menyayangi adalah kebutuhan semua orang, namun banyak yang mengartikannya tidak
harus meanjutkan ke sebuah pernikahan yang sakral.
Hanya cukup saling menyayangi dan tidak ada ingin komitmen
ataupun status yang akhirnya akan memberatkan bagi orang-orang yang memilih
untuk hidup menyendiri tanpa memikirkan pernikahan. Mereka cenderung lebih menikmati
menghabiskan waktu bersama teman, keluarga besar ataupun menyibukkan diri
dengan perkerjaan mereka. Berusaha meniti karir sebaik mungkin tanpa memikirkan
pernikahan. Jadi, tidak semua orang memilih untuk hidup bersama mskipun mereka
saling mencintai, ada kalanya manusia berfikir bila mencintai membuat hati
tidak sehat dan jiwapun tersiksa mereka lebih memilih untuk melepaskan dan
bahkan ada yang memutuskan untuk sendiri sepanjang umurnya.
Sumber :
- Killingstone, Patrick dkk. (2008). Sex and love guide to teenagers. Jakarta : Prestasi Pustaka.
- http://undangankipas.blogdetik.com/2013/01/05/tips-memilih-pasangan-hidup-bagi-yang-serius-ingin-menikah/
- http://www.psychologymania.com/2013/01/pengertian-pernikahan.html
- http://www.ayahbunda.co.id/Artikel/keluarga/psikologi/lima.tahap.dalam.perkawinan/001/007/140/1/1