Read more: http://infosinta.blogspot.com/2012/04/cara-unik-agar-potingan-di-blog-tidak.html#ixzz2I8XvTNKR GO ON GIRL!: April 2013

Minggu, 28 April 2013

Coping



Tulisan 3
Koping (Coping) Stress

Upaya mengatasi atau mengelola stress dewasa ini dikenal dengan proses coping terhadap stress. Lazarus dan Folkman (Bart Smet, 1994 : 143), menggambarkan coping sebagai :
“ …..Suatu proses di mana individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan (baik itu tuntutan yang berasal dari individu maupun tuntutan asng berasal dari lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam menghadapi situasi stressful…”
Menurut Bart Smet, coping mempunyai dua macam fungsi, yaitu : (1) Emotional-focused coping dan (2) Problem-focused coping. Emotional-focused coping dipergunakan untuk mengatur respon emosional terhadap stress. Pengaturan ini dilakukan melalui perilaku individu seperti penggunaan minuman keras, bagaimana meniadakan fakta-fakta yang tidak menyenangkan, dst. Sedangkan problem-focused coping dilakukan dengan mepelajari keterampilan-keterampilan atau cara-cara baru mengatsi stress. Menurut Bart Smet, individu akan cenderung menggunakan cara ini bila dirinya yakin dapat merubah situasi, dan metoda ini sering dipergunakan oleh orang dewasa.
Berbicara mengenai upaya mengatasi Stres, Maramis (1980 : 71-72) berpendapat bahwa ada bermacam-macam tindakan yang dapat dilakukan untuk itu, yang secara garis besar dibedakan menjadi dua, yaitu (1) cara yang berorientasi pada tugas atau task oriented dan (2) cara yang berorientasi pada pembelaan ego atau ego defence mechanism.
Mengatasi stres dengan cara berorientasi pada tugas berarti upaya mengatasi masalah tersebut secara sadar, realistis, dan rasional. Menurut Maramis cara ini dapat dilakukan dengan “serangan”, penarikan diri, dan kompromi. Sedangkan cara yang berorientasi pada pembelaan ego dilakukan secara tidak sadar (bahwa itu keliru), tidak realistis, dan tidak rasional. Cara kedua ini dapat dilakukan dengan : fantasi, rasionalisasi, identifikasi, represi, regresi, proyeksi, penyusunan reaksi (reaction formation), sublimasi, kompensasi, salah pindah (displacement).
Beberapa aktivitas yang dapat dilakukan untuk meredakan stress antara lain: relaks, cari sesuatu atau situasi yang dapat membuat tertawa, ambil nafas dalam-dalam, sharing, melakukan aktivitas yang tidak memerlukan tenaga, baik pikiran mapun fisik, yang berat, dst.

1.     Pengertian dan jenis-jenis coping
Pengertian Coping
Koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang mengancam (Mustikasari, 2008, Keliat,1998).
Sedangkan menurut Rasmun (2004), koping adalah respon individu terhadap situasi yang mengancam dirinya baik fisik maupun psikologi.
       Koping merupakan suatu proses pengolahan tuntutan eksternal dan internal yang dinilai sebagai beban atau melebihi sumber yang dimiliki seseorang. Dalam hal ini koping merupakan proses penyelesaian masalah menurut Lazarus & Folkman 1984 (dalam Hamid,1997).
Koping adalah respon terhadap ketegangan eksternal yang berfungsi mencegah menghindari tekanan emosional. (Pearlin & Schooler 1978 dalam Hamid, 1997).
Koping merujuk pada pengatasan suatu situasi yang menimbulkan ancaman terhadap individu sehingga mengatasi perasaan tidak nyaman seperti ansietas, rasa takut, berduka dan bersedih (Millern,1983 dalam Hamid,1997).
Jenis-jenis Coping
Menurut Rasmun, ( 2004 ) dan Mustikasari, ( 2008 ) jenis koping ada dua yaitu:
1. Koping Psikologis
 Pada umumnya gejala yang ditimbulkan akibat stres psikologi tergantung pada dua faktor yaitu:
a.    bagaimana persepsi atau penerimaan individu terhadap stresor, artinya seberapa besar ancaman yang dirasakan individu tersebut terhadap stressor yang diterimanya.
b.    keefektifan strategi koping yang digunakan oleh individu, artinya dalam menghadapi stresor jika strategi yang digunakan efektif maka menghasilkan adaptasi yang baik dan menjadi suatu pola baru dalam kehidupan, tetapi jika sebaliknya dapat mengakibatkan gangguan kesehatan fisik maupun psikologis.
2. Koping psikososial
Adalah reaksi psiko-sosial terhadap adanya stimulus stres yang dihadapi oleh klien, menurut Stuart dan Sundeen (1991), mengemukakan bahwa terdapat dua kategori koping yang dapat digunakan untuk mengatasi stres dan kecemasan;
a.  Reaksi yang berorientasi pada tugas, cara ini digunakan untuk menyelesaikan masalah konflik dan memenuhi kebutuhan dasar. Terdapat 3 macam reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu;
1)    Perilaku menyerang (Fight)
Individu menggunakan energinya untuk melakukan perlawanan dalam rangka mempertahankan integritas pribadinya dan perilaku yang ditunjukkan dapat berupa konstruktif maupun destruktif.
2)    Perilaku Menarik Diri (Withdrawl)
Individu menunjukan perilaku pengasingan diri dari lingkungan dan orang lain, jadi secara fisik dan psikologik meninggalkan lingkungan yang menjadi sumber stressor.
3)    Kompromi
Kompromi merupakan tindakan konstruktif yang dilakukan oleh individu untuk menyelesaikan masalah yang dilakukan dengan bermusyawarah atau negoisasi.
b.    Reaksi yang berorientasi pada Ego.
Reaksi ini digunakan oleh individu dalam menghadapi stres  atau kecemasan sehingga dapat mengurangi kecemasan, tetapi jika digunakan dalam waktu yang lama akan mengakibatkan gangguan orientasi realita dengan memburuknya hubungan interpersonal dan produktifitas kerja. Adapun mekanisme pertahanan diri yang bersumber dari ego yaitu;
1)    Kompensasi
Proses dimana seseorang memperbaiki penurunan citra diri dengan secara tegas menonjolkan keistimewaan atau kelebihan yang dimilikinya.
2)    Penyangkalan (denial)
Menyatakan ketidak setujuan terhadap realitas dengan berusaha mengatakan tidak terjadi apa-apa pada dirinya. Mekanisme pertahanan ini adalah paling sederhana dan primitif.
3)    Mengalihkan (displacement)
Pengalihan emosi yang semula ditujukan pada seseorang atau benda lain yang biasanya netral atau lebih sedikit mengancam dirinya.
4)    Disosiasi
Kehilangan kemampuan mengingat peristiwa yang terjadi pada dirinya.
5)    Identifikasi (identification)
Proses dimana seseorang untuk menjadi seseorang yang dia kagumi berupaya dengan mengambil atau menirukan pikiran-pikiran, perilaku dan selera orang tersebut.
6)    Intelektualisasi (intelectualization)
Penggunaan logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari pengalaman yang tidak menyenangkan.
7)    Introjeksi (introjection)
Perilaku dimana individu menyatukan nilai orang lain atau kelompok kedalam dirinya.
8)    Isolasi
Pemisahan unsur emosional dari suatu pikiran yang mengganggu dapat bersifat sementara atau berjangka lama.
9)    Proyeksi
Keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi kepada orang lain karena kesalahan yang dilakukannya sendiri.
10)    Rasionalisasi
Mengemukakan penjelasan yang tampak logis dan dapat diterima masyarakat untuk membenarkan kesalahannya.
11)    Reaksi formasi
Pembentukan sikap dan pola perilaku yang bertentangan dengan apa yang sebenarnya.
12)    Regresi
Kemunduran akibat stres terhadap perilaku dan merupakan ciri khas dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini.
13)     Represi
Menekan perasaan atau pengalaman yang menyakitkan dari kesadaran yang cenderung memperkuat mekanisme ego lainnya.
14)    Pemisahan (splitting)
Sikap mengelompokkan orang atau keadaan semuanya baik atau semuanya buruk, kegagalan untuk memadukan nilai-nilai positif dan negatif di dalam diri sendiri.
15)    Sublimasi
Penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami halangan dalam penyalurannya secara normal.
16)    Supresi
Menekan perasaan yang menyakitkan ke alam tak sadar sampai dia melupakan peristiwa yang menyakitkan itu.
17)    Undoing
Tindakan atau perilaku atau komunikasi yang menghapuskan sebagian dari  tindakan atau  perilaku atau komunikasi sebelumnya  merupakan mekanisme pertahanan primitif.

2.     Jenis-jenis koping yang konstruktif dan positif (sehat)
Harmer dan Ruyon (1984) menyebutkan jenis-jenis koping yang dianggap konstruktif: yaitu:
1.     Penalaran (reasoning)
Yaitu penggunaan kemampuan kognitif untuk mengeksplorasi bebagai macam alternatif pemecahan masalah dan kemudian memilih salah satu alternate yang dianggap paling menguntungkan. Individu secara sadar mengumpulkan berbagai informasi yang relevan berkaitan dengan persoalan yang dihadapi, kemudian membuat alternatif-alternatif pemecahannya, kemudian memilih alternative yang paling menguntungkan dimana resiko kerugiannya paling kecil dan keuntungan yang diperoleh paling besar.
2.     Objektifitas
     Yaitu kemampuan untuk membedakan antara komponen-komponen emosional dan logis dalam pemikiran, penalaran maupun tingkah laku. Kemampuan ini juga meliputi kemampuan untuk membedakan antara pikiran-pikiran yang berhubungan dengan persoalan dengan yang tidak berkaitan. Kemampuan untuk melakukan koping jenis objektifitas mensyaratkan individu yang bersangkutan memilki kemampuan untuk mengelola emosinya sehingga individu mampu memilih dan membuat keputusan yang tidak semata didasari oleh pengaruh emosi.
3.     Konsentrasi
Yaitu kemampuan untuk memusatkan perhatian secara penuh pada persoalan yang sedang dihadapi. Konsentrasi memungkinkan individu untuk terhindar dari pikiran-pikiran yang mengganggu ketika berusaha untuk memecahkan persoalan yang sedang dihadapi. Pada kenyataannya, justru banyak individu yang tidak mampu berkonsetrasi ketika menghadappi tekanan. Perhatian mereka malah terpecah-pecah dalam berbagai arus pemikiran yang justru membuat persoalan menjadi seakin kabur dan tidak terarah.
4.     Penegasan diri (self assertion)
Individu berhadapan dengan konflik emosional yang menjadi pemicu stress dengan cara mengekpresikan perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya secara langsung tetapi dengan cara yang tidak memaksa atau memanipulasi orang lain. Menjadi asertif tidak sama dengan tidakan agresi. Sertif adalah menegaskan apa yang dirasakan, dipikirkan oleh individu yang bersangkutan, namun dengan menghormati pemikiran dan perasaan orang lain. Dewasa ini pelatihan-pelatihan dibidang asertifitas mulai banyak dilakukan untuk memperbaiki relasi antar manusia.
5.     Pengamatan diri (self observation)
Pengamatan diri sejajar dengan introspreksi, yaitu individu melakukan pengujian secara objektif proses-proses kesadaran sendiri atau mengadakan pengamatan terhadap tingkah laku, motif, cirri, sifat sendiri, dan seterusnya untuk mendapatkan pemahaman mengenai diri sendiri yang semakin mendalam. Pengamatan diri mengandaikan individu memilki kemampuan untuk melakukan transedensi, yaitu kemampuan untuk membuat jarak antara diri yang diamati dengan diri yang mengamati. Perkembangan kognitif dan latihan-latihan melakukan introspeksi yang dilakukan sejak remaja, akan mempertajam keterampilan untuk melakukan pengamatan diri.


Sumber :
·         Maramis, W.F. (2000). Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
·     Smet, Bart. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
·     Hamid. (1997).  Analisa konsep koping suatu pengantar. Jakarta: UI.
·    Hurlock, E.B. (1980). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang      kehidupan (Edisi ke-5). Indonesia: Erlangga.

Stress


Tulisan 2
Pengertian Stress


Stress adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk ketegangan ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress dapat membuat produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental. Pada dasarnya, stress adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental. Sumber stress disebut dengan stressor dan ketegangan yang di akibatkan karena stress, disebut strain.
Menurut Robbins (2001) stress juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang. Dan apabila pengertian stress dikaitkan dengan penelitian ini maka stress itu sendiri adalah suatu kondisi yang mempengaruhi keadaan fisik atau psikis seseorang karena adanya tekanan dari dalam ataupun dari luar diri seseorang yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka.
Sedangkan menurut Handoko (1997), stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stress yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya.
Menurut Selye (Bell, 1996) stress diawali dengan reaksi waspada (alarm reaction) terhadap adanya ancaman, yang ditandai oleh proses tubuh secara otomatis, seperti: meningkatnya denyut jantung, yang kemudian diikuti dengan reaksi penolakan terhadap stressor dan akan mencapai tahap kehabisan tenaga (exhaustion) jika individu merasa tidak mampu untuk terus bertahan.
Lazarus (1984) menjelaskan bahwa stress juga dapat diartikan sebagai:
  • Stimulus, yaitu stress merupakan kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan stress atau disebut juga dengan stressor. 
  • Respon, yaitu stress merupakan suatu respon atau reaksi individu yang muncul karena adanya situasi tertentu yang menimbulkan stress. Respon yang muncul dapat secara psikologis, seperti: takut, cemas, sulit berkonsentrasi dan mudah tersinggung.
  • Proses, yaitu stress digambarkan sebagai suatu proses dimana individu secara aktif dapat mempengaruhi dampak stress melalui strategi tingkah laku, kognisi maupun afeksi.
Jadi, stress dapat mempengaruhi fisik, psikis mental dan emosi. Tetapi, stress dapat mempunyai dua efek yang berbeda, bisa negatif ataupun positit, tergantung bagaimana kuatnya individu tersebut menghadapi stress atau bagaimana individu tersebut mempersepsikan stress yang sedang dihadapinya.
1.        Arti Penting Stress
Dr. Hans Selye, seorang bapak penemu teori tentang stress, mendefinisikan stress sebagai suatu respon tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan yang dibuatnya. Kebutuhan tersebut dapat berbentuk ancaman, tantangan atau setiap macam perubahan yang mengharuskan tubuh untuk beradaptasi. Stres normal ada untuk membuat penampilan dalam menjalani kehidupan ini menjadi wajar dan disebut “eustress”, namun kalau menjadi lebih buruk disebut “distress”, jenis stress inilah menyebabkan kemarahan atau membuat kondisi sakit.
Gejala yang Umum ditemukan Pada Stress
Manifestasi gejala stress yang dapat diketahui pada umumnya dibagi dalam 4 bagian besar, yaitu :
1.Fisik : kelelahan, sakit kepala, sulit tidur/insomnia, otot kaku dan nyeri (khususnya leher, punggung dan pinggang), jantung berdebar, nyeri dada, kejang perut, mual, gemetar, ujung-ujung jari tangan dan kaki dingin, kulit wajah/muka memerah atau berkeringat dingin.
2. Psikis :
Daya ingat dan konsentrasi menurun, jiwa terasa kosong/hampa, kebingungan dan kehilangan daya untuk menikmati humor.
3. Emosional :
Cemas yang berlebihan/anxietas, depresi, pemarah, kekecewaan yang berlebihan/frustasi, kekhawatiran, ketakutan, dan kurang kesabaran.
4. Perilaku :
Kegugupan yang biasa terlihat antara lain menggigit kuku dan mengerak-gerakan kaki atau tangan tanpa tujuan, nafsu makan, minum dan merokok meningkat, cengeng, teriak-teriak, memarahi sampai melempar barang dan memukulnya.
a.     Efek-efek stress (Hans Seyle)
General Adaptation stress (GAS)
Dikemukakan oleh Hans Selye (1982)
* Menurut teori ini, stress adalah reaksi pertahanan tubuh secara keseluruhan terhadap sumber-sumber penyebab stress/stressor
* Terbagi atas 3 proses :
§  The initial alarm reaction; tubuh bereraksi terhadap tantangan/ancaman dari luar. Melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi stresor. Reaksi psikologis “fight or flight” dan reaksi fisiologis. Tanda fisik : curah jantung meningkat, peredaran darah cepat, darah di perifer dan gastrointestinal mengalir ke kepala dan ekstremitas. Banyak organ tubuh terpengaruh, gejala stres memengaruhi denyut nadi, ketegangan otot dan daya tahan tubuh menurun. Fase alarm melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh seperti pengaktifan hormon yang berakibat meningkatnya volume darah dan akhirnya menyiapkan individu untuk bereaksi. Hormon lainnya dilepas untuk meningkatkan kadar gula darah yang bertujuan untuk menyiapkan energi untuk keperluan adaptasi, teraktifasinya epineprin dan norepineprin mengakibatkan denyut jantung meningkat dan peningkatan aliran darah ke otot. Peningkatan pengambilan oksigen dan meningkatnya kewaspadaan mental. Aktifitas hormonal yang luas ini menyiapkan individu untuk melakukan fight-or-flight response. Respon ini bisa berlangsung dari menit sampai jam. Bila stresor masih menetap maka individu akan masuk kedalam fase resisten.
§  Resistance Stage; suhu tubuh normal, tetapi adrenalin tetap dikeluarkan (bertahan, berdaptasi) sehingga kondisi fisiologis tetap terjaga. Individu mencoba berbagai macam mekanisme penanggulangan psikologis dan pemecahan masalah serta mengatur strategi. Tubuh berusaha menyeimbangkan kondisi fisiologis sebelumnya kepada keadaan normal dan tubuh mencoba mengatasi faktor-faktor penyebab stres. Bila teratasi gejala stres menurun atau normal tubuh kembali stabil, termasuk hormon, denyut jantung, tekanan darah, dan kardiak output. Individu tersebut berupaya beradaptasi terhadap stresor, jika ini berhasil tubuh akan memperbaiki sel – sel yang rusak. Bila gagal maka individu tersebut akan jatuh pada tahapan terakhir yaitu fase exhaustion (kelelahan).
§  Exhaustion Stage; masa kelelahan, bila terus berlangsung akan mengakibatkan kematian. Merupakan fase perpanjangan stres yang belum dapat tertanggulangi pada fase sebelumnya. Energi penyesuaian terkuras. Timbul gejala penyesuaian diri terhadap lingkungan seperti sakit kepala, gangguan mental, penyakit arteri koroner, dan lain-lain. Bila usaha melawan tidak dapat lagi diusahakan, maka kelelahan dapat mengakibatkan kematian. Tahap ini cadangan energi telah menipis atau habis, akibatnya tubuh tidak mampu lagi menghadapi stres. Ketidak mampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap stresor inilah yang akan berdampak pada kematian individu tersebut

2.        Tipe-tipe stress
Menurut Maramis, stress dapat terjadi karena frustrasi, konflik, tekanan, dan krisis.
a.     Tekanan
Tekanan merupakan sesuatu yang mendesak untuk dilakukan oleh individu. Tekanan bisa datang dari diri sendiri, misalnya keinginan yang sangat kuat untuk meraih sesuatu. Tekanan juga bisa datang dari lingkungan.
b.     Frustasi
Frustrasi merupakan terganggunya keseimbangan psikis karena tujuan gagal dicapai.
c.      Konflik
Konflik adalah terganggunya keseimbangan karena individu bingung menghadapi beberapa kebutuhan atau tujuan yang harus dipilih salah satu
d.     Kecemasan
Krisis merupakan situasi yang terjadi secara tiba-tiba dan yang dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan.

3.        Symptom reducing responses stress
a.     Respon terhadap stress menyangkut defense mechanism
Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 2 (dua) (Stuart dan Sundeen, 1995) yaitu :
a. Mekanisme Koping Adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang dan aktivitas konstruktif.
b. Mekanisme Koping Maladaptif
Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah makan berlebihan / tidak makan, bekerja berlebihan, menghindar.
b.     Pendekatan problem solving/ strategi coping yang spontan mengatasi stress

Para ahli menggolongkan dua strategi coping yang biasanya digunakan oleh individu, yaitu:
a. problem-solving focused coping, dimana individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stress.
b. emotion-focused coping, dimana individumelibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yangakan diitmbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang penuh tekanan.
Hasil penelitian membuktikan bahwa individu menggunakan kedua cara tersebut untuk mengatasi berbagai masalah yang menekan dalamberbagai ruang lingkup kehidupan sehari-hari (Lazarus & Folkman, 1984). Faktor yang menentukan strategi mana yang paling banyak atau sering digunakan sangat tergantung pada kepribadian seseorang dansejauhmana tingkat stres dari suatu kondisi atau masalah yang dialaminya. Contoh: seseorang cenderung menggunakan problem-solving focused coping dalam menghadapai masalah-masalah yang menurutnya bias dikontrol seperti masalah yang berhubungan dengan sekolah atau pekerjaan; sebaliknya ia akan cenderung menggunakan strategi emotion-focused coping ketika dihadapkan pada masalah-masalah yang menurutnya sulit dikontrol seperti masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit yang tergolong berat sepertikanker atau Aids.Hampir senada dengan penggolongan jenis coping seperti dikemukakan di atas, dalam literatur tentang coping juga dikenal dua strategi coping, yaitu active dan avoidant coping strategi (Lazarus mengkategorikan menjadi Direct Action dan Palliative ).
Active coping merupakan strategi yang dirancang untuk mengubah cara pandang individu terhadap sumber stres, sementara avoidant coping merupakanstrategi yang dilakukan individu untuk menjauhkan diri dari sumber stres dengan cara melakukan suatuaktivitas atau menarik diri dari suatu kegiatan atau situasi yang berpotensi menimbulkan stres. Apa yangdilakukan individu pada avoidant coping strategi sebenarnya merupakan suatu bentuk mekanismepertahanan diri yang sebenarnya dapat menimbulkan dampak negatif bagi individu karena cepat atau lambatpermasalahan yang ada haruslah diselesaikan oleh yang bersangkutan. Permasalahan akan semakin menjadilebih rumit jika mekanisme pertahanan diri tersebut justru menuntut kebutuhan energi dan menambahkepekaan terhadap ancaman.

Sumber:
·    Schuler, E. (2002). Definition and Conceptualization of Stress in Organizations, Thousand Oaks: Sage.
·     LePine, J dkk. (2004). Challenge and Hindrance Stress: Relationships with Exhaustion, Motivation to Learn, and Lerning Performance, Journal of Applied Psychology, Oktober. hal. 883-891
·       Hawari, D. (2001). Stress, cemas dan depresi. Jakarta: fakultas kedokteran Universitas Indonesia.