Tulisan 2
Pengertian
Stress
Stress adalah
bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk ketegangan
ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress dapat membuat
produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental. Pada dasarnya,
stress adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental. Sumber stress
disebut dengan stressor dan ketegangan yang di akibatkan karena stress, disebut
strain.
Menurut
Robbins (2001) stress juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan
keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai
kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang. Dan apabila pengertian
stress dikaitkan dengan penelitian ini maka stress itu sendiri adalah suatu
kondisi yang mempengaruhi keadaan fisik atau psikis seseorang karena adanya
tekanan dari dalam ataupun dari luar diri seseorang yang dapat mengganggu
pelaksanaan kerja mereka.
Sedangkan
menurut Handoko (1997), stress adalah suatu kondisi ketegangan yang
mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stress yang terlalu
besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya.
Menurut
Selye (Bell, 1996) stress diawali dengan reaksi waspada (alarm reaction)
terhadap adanya ancaman, yang ditandai oleh proses tubuh secara otomatis,
seperti: meningkatnya denyut jantung, yang kemudian diikuti dengan reaksi
penolakan terhadap stressor dan akan mencapai tahap kehabisan tenaga
(exhaustion) jika individu merasa tidak mampu untuk terus bertahan.
Lazarus (1984) menjelaskan bahwa stress juga dapat
diartikan sebagai:
- Stimulus, yaitu stress merupakan kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan stress atau disebut juga dengan stressor.
- Respon, yaitu stress merupakan suatu respon atau reaksi individu yang muncul karena adanya situasi tertentu yang menimbulkan stress. Respon yang muncul dapat secara psikologis, seperti: takut, cemas, sulit berkonsentrasi dan mudah tersinggung.
- Proses, yaitu stress digambarkan sebagai suatu proses dimana individu secara aktif dapat mempengaruhi dampak stress melalui strategi tingkah laku, kognisi maupun afeksi.
Jadi,
stress dapat mempengaruhi fisik, psikis mental dan emosi. Tetapi, stress dapat
mempunyai dua efek yang berbeda, bisa negatif ataupun positit, tergantung
bagaimana kuatnya individu tersebut menghadapi stress atau bagaimana individu
tersebut mempersepsikan stress yang sedang dihadapinya.
1.
Arti
Penting Stress
Dr. Hans
Selye, seorang bapak penemu teori tentang stress, mendefinisikan stress sebagai
suatu respon tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan yang
dibuatnya. Kebutuhan tersebut dapat berbentuk ancaman, tantangan atau setiap
macam perubahan yang mengharuskan tubuh untuk beradaptasi. Stres normal ada
untuk membuat penampilan dalam menjalani kehidupan ini menjadi wajar dan
disebut “eustress”, namun kalau menjadi lebih buruk disebut “distress”, jenis stress
inilah menyebabkan kemarahan atau membuat kondisi sakit.
Gejala
yang Umum ditemukan Pada Stress
Manifestasi
gejala stress yang dapat diketahui pada umumnya dibagi dalam 4 bagian besar, yaitu
:
1.Fisik
: kelelahan, sakit kepala, sulit tidur/insomnia, otot kaku dan nyeri (khususnya
leher, punggung dan pinggang), jantung berdebar, nyeri dada, kejang perut,
mual, gemetar, ujung-ujung jari tangan dan kaki dingin, kulit wajah/muka
memerah atau berkeringat dingin.
2.
Psikis :
Daya
ingat dan konsentrasi menurun, jiwa terasa kosong/hampa, kebingungan dan
kehilangan daya untuk menikmati humor.
3.
Emosional :
Cemas
yang berlebihan/anxietas, depresi, pemarah, kekecewaan yang berlebihan/frustasi,
kekhawatiran, ketakutan, dan kurang kesabaran.
4.
Perilaku :
Kegugupan
yang biasa terlihat antara lain menggigit kuku dan mengerak-gerakan kaki atau
tangan tanpa tujuan, nafsu makan, minum dan merokok meningkat, cengeng, teriak-teriak,
memarahi sampai melempar barang dan memukulnya.
a. Efek-efek stress (Hans Seyle)
General Adaptation stress (GAS)
Dikemukakan
oleh Hans Selye (1982)
*
Menurut teori ini, stress adalah reaksi pertahanan tubuh secara keseluruhan
terhadap sumber-sumber penyebab stress/stressor
* Terbagi atas 3 proses :
* Terbagi atas 3 proses :
§ The
initial alarm reaction; tubuh bereraksi terhadap tantangan/ancaman dari luar. Melibatkan
pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi
stresor. Reaksi psikologis “fight or flight” dan reaksi fisiologis. Tanda fisik
: curah jantung meningkat, peredaran darah cepat, darah di perifer dan
gastrointestinal mengalir ke kepala dan ekstremitas. Banyak organ tubuh
terpengaruh, gejala stres memengaruhi denyut nadi, ketegangan otot dan daya
tahan tubuh menurun. Fase alarm melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari
tubuh seperti pengaktifan hormon yang berakibat meningkatnya volume darah dan
akhirnya menyiapkan individu untuk bereaksi. Hormon lainnya dilepas untuk
meningkatkan kadar gula darah yang bertujuan untuk menyiapkan energi untuk
keperluan adaptasi, teraktifasinya epineprin dan norepineprin mengakibatkan
denyut jantung meningkat dan peningkatan aliran darah ke otot. Peningkatan
pengambilan oksigen dan meningkatnya kewaspadaan mental. Aktifitas hormonal
yang luas ini menyiapkan individu untuk melakukan fight-or-flight response. Respon ini bisa berlangsung
dari menit sampai jam. Bila stresor masih menetap maka individu akan masuk
kedalam fase resisten.
§ Resistance
Stage; suhu tubuh normal, tetapi adrenalin tetap dikeluarkan (bertahan,
berdaptasi) sehingga kondisi fisiologis tetap terjaga. Individu mencoba
berbagai macam mekanisme penanggulangan psikologis dan pemecahan masalah serta
mengatur strategi. Tubuh berusaha menyeimbangkan kondisi fisiologis sebelumnya
kepada keadaan normal dan tubuh mencoba mengatasi faktor-faktor penyebab stres.
Bila teratasi gejala stres menurun atau normal tubuh kembali stabil, termasuk
hormon, denyut jantung, tekanan darah, dan kardiak output. Individu tersebut
berupaya beradaptasi terhadap stresor, jika ini berhasil tubuh akan memperbaiki
sel – sel yang rusak. Bila gagal maka individu tersebut akan jatuh pada tahapan
terakhir yaitu fase exhaustion (kelelahan).
§ Exhaustion
Stage; masa kelelahan, bila terus berlangsung akan mengakibatkan kematian.
Merupakan fase perpanjangan stres yang belum dapat tertanggulangi pada fase
sebelumnya. Energi penyesuaian terkuras. Timbul gejala penyesuaian diri
terhadap lingkungan seperti sakit kepala, gangguan mental, penyakit arteri
koroner, dan lain-lain. Bila usaha melawan tidak dapat lagi diusahakan, maka kelelahan
dapat mengakibatkan kematian. Tahap ini cadangan energi telah menipis atau
habis, akibatnya tubuh tidak mampu lagi menghadapi stres. Ketidak mampuan tubuh
untuk mempertahankan diri terhadap stresor inilah yang akan berdampak pada
kematian individu tersebut
2.
Tipe-tipe
stress
Menurut Maramis, stress dapat terjadi karena frustrasi,
konflik, tekanan, dan krisis.
a. Tekanan
Tekanan
merupakan sesuatu yang mendesak untuk dilakukan oleh individu. Tekanan bisa
datang dari diri sendiri, misalnya keinginan yang sangat kuat untuk meraih
sesuatu. Tekanan juga bisa datang dari lingkungan.
b. Frustasi
Frustrasi
merupakan terganggunya keseimbangan psikis karena tujuan gagal dicapai.
c. Konflik
Konflik
adalah terganggunya keseimbangan karena individu bingung menghadapi beberapa
kebutuhan atau tujuan yang harus dipilih salah satu
d. Kecemasan
Krisis merupakan situasi yang terjadi secara tiba-tiba dan
yang dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan.
3.
Symptom
reducing responses stress
a. Respon terhadap stress menyangkut defense mechanism
Mekanisme
koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 2 (dua) (Stuart dan Sundeen,
1995) yaitu :
a.
Mekanisme Koping Adaptif
Mekanisme
koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan mencapai
tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah
secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang dan aktivitas konstruktif.
b.
Mekanisme Koping Maladaptif
Mekanisme
koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan
otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah makan berlebihan
/ tidak makan, bekerja berlebihan, menghindar.
b. Pendekatan problem solving/ strategi coping yang
spontan mengatasi stress
Para
ahli menggolongkan dua strategi coping yang biasanya digunakan oleh individu,
yaitu:
a.
problem-solving focused coping, dimana individu secara aktif mencari
penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang
menimbulkan stress.
b.
emotion-focused coping, dimana individumelibatkan usaha-usaha untuk mengatur
emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yangakan diitmbulkan oleh
suatu kondisi atau situasi yang penuh tekanan.
Hasil penelitian membuktikan bahwa individu menggunakan kedua cara tersebut untuk mengatasi berbagai masalah yang menekan dalamberbagai ruang lingkup kehidupan sehari-hari (Lazarus & Folkman, 1984). Faktor yang menentukan strategi mana yang paling banyak atau sering digunakan sangat tergantung pada kepribadian seseorang dansejauhmana tingkat stres dari suatu kondisi atau masalah yang dialaminya. Contoh: seseorang cenderung menggunakan problem-solving focused coping dalam menghadapai masalah-masalah yang menurutnya bias dikontrol seperti masalah yang berhubungan dengan sekolah atau pekerjaan; sebaliknya ia akan cenderung menggunakan strategi emotion-focused coping ketika dihadapkan pada masalah-masalah yang menurutnya sulit dikontrol seperti masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit yang tergolong berat sepertikanker atau Aids.Hampir senada dengan penggolongan jenis coping seperti dikemukakan di atas, dalam literatur tentang coping juga dikenal dua strategi coping, yaitu active dan avoidant coping strategi (Lazarus mengkategorikan menjadi Direct Action dan Palliative ).
Active coping merupakan strategi yang dirancang untuk mengubah cara pandang individu terhadap sumber stres, sementara avoidant coping merupakanstrategi yang dilakukan individu untuk menjauhkan diri dari sumber stres dengan cara melakukan suatuaktivitas atau menarik diri dari suatu kegiatan atau situasi yang berpotensi menimbulkan stres. Apa yangdilakukan individu pada avoidant coping strategi sebenarnya merupakan suatu bentuk mekanismepertahanan diri yang sebenarnya dapat menimbulkan dampak negatif bagi individu karena cepat atau lambatpermasalahan yang ada haruslah diselesaikan oleh yang bersangkutan. Permasalahan akan semakin menjadilebih rumit jika mekanisme pertahanan diri tersebut justru menuntut kebutuhan energi dan menambahkepekaan terhadap ancaman.
Hasil penelitian membuktikan bahwa individu menggunakan kedua cara tersebut untuk mengatasi berbagai masalah yang menekan dalamberbagai ruang lingkup kehidupan sehari-hari (Lazarus & Folkman, 1984). Faktor yang menentukan strategi mana yang paling banyak atau sering digunakan sangat tergantung pada kepribadian seseorang dansejauhmana tingkat stres dari suatu kondisi atau masalah yang dialaminya. Contoh: seseorang cenderung menggunakan problem-solving focused coping dalam menghadapai masalah-masalah yang menurutnya bias dikontrol seperti masalah yang berhubungan dengan sekolah atau pekerjaan; sebaliknya ia akan cenderung menggunakan strategi emotion-focused coping ketika dihadapkan pada masalah-masalah yang menurutnya sulit dikontrol seperti masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit yang tergolong berat sepertikanker atau Aids.Hampir senada dengan penggolongan jenis coping seperti dikemukakan di atas, dalam literatur tentang coping juga dikenal dua strategi coping, yaitu active dan avoidant coping strategi (Lazarus mengkategorikan menjadi Direct Action dan Palliative ).
Active coping merupakan strategi yang dirancang untuk mengubah cara pandang individu terhadap sumber stres, sementara avoidant coping merupakanstrategi yang dilakukan individu untuk menjauhkan diri dari sumber stres dengan cara melakukan suatuaktivitas atau menarik diri dari suatu kegiatan atau situasi yang berpotensi menimbulkan stres. Apa yangdilakukan individu pada avoidant coping strategi sebenarnya merupakan suatu bentuk mekanismepertahanan diri yang sebenarnya dapat menimbulkan dampak negatif bagi individu karena cepat atau lambatpermasalahan yang ada haruslah diselesaikan oleh yang bersangkutan. Permasalahan akan semakin menjadilebih rumit jika mekanisme pertahanan diri tersebut justru menuntut kebutuhan energi dan menambahkepekaan terhadap ancaman.
Sumber:
· Schuler, E. (2002). Definition and Conceptualization of Stress in Organizations,
Thousand Oaks: Sage.
· LePine, J dkk. (2004). Challenge and Hindrance
Stress: Relationships with Exhaustion, Motivation to Learn, and Lerning
Performance, Journal of Applied Psychology, Oktober. hal. 883-891
· Hawari, D. (2001). Stress, cemas dan depresi.
Jakarta: fakultas kedokteran Universitas Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar